Koran berpengaruh Amerika Serikat, The New York Times, 16 November 2005, ‘’semua aparat hukum, diplomat, agen intelijen dari Amerika Serikat, Australia, dan Eropa mengatakan Indonesia telah mengalami sukses besar’’. Pujian itu tentu ditujukan kepada pasukan anti-teror Densus 88 Polri yang dalam berita sama disebut memiliki kemampuan intelijen prima, selain interogator yang piawai. Berkat kehebatan pasukan ini semua peristiwa teror – dari Bom Bali 1, Hotel Marriott, sampai Kedubes Australia – bisa dibongkar. Pelakunya berhasil ditangkap dan diadili.
Padahal, puji koran itu, tak ada laporan yang kredibel tentang penyiksaan tahanan, tak ada Abu Ghraib atau Guantanamo. Dan Indonesia tak punya Internal Security Act, seperti Singapore dan Malaysia, yang membolehkan menahan orang lebih dari 2 tahun tanpa tuduhan. Pendek kata dalam berita koran utama dunia ini, Densus 88 betul-betul istimewa.
Pernyataan dari sejumlah pengacara – seperti Mahendradatta dari Tim Pembela Muslim (TPM) – pada waktu itu bahwa anggota Densus 88 menyiksa para tahanan, dianggap sepi atau dikategorikan tak kredibel. Rupanya bagi para wartawan Barat – yang katanya sangat profesional – sumber berita berbau Islam atau Muslim dianggap tak kredibel.
Tapi sekarang bacalah koran Australia, The Sydney Morning Herald atau The Age, atau koran Amerika Serikat, The Christian Science Monitor, maka Densus 88 sudah berubah wajah. Puja-puji itu kini telah berubah menjadi ejekan. Densus 88 yang dibentuk dan dibiayai pajak rakyat Australia atau Amerika Serikat, sekarang dituduh menyiksa para tahanan Republik Maluku Selatan (RMS). Karena itu koran tersebut meminta pemerintahnya bertanggung jawab atas tindak penyiksaan itu.
The Sidney Morning Herald edisi 13 September 2010, misalnya, dengan panjang-lebar menulis laporan penyiksaan oleh Densus 88. Itulah yang dialami Yonias Siahaya, 58 tahun, bersama 7 temannya senasib di Ambon yang ditangkap Densus 88 awal Agustus lalu.
Mereka dituduh mempersiapkan balon-balon udara untuk menerbangkan sejumlah bendera RMS. Aksi itu dimaksudkan sebagai menyambut kedatangan Presiden SBY ke Ambon, 3 Agustus 2010, guna memeriahkan perayaan Sail Banda. Densus kemudian menggeledah rumah mereka untuk menyita balon udara, bendera RMS, foto, rekaman video, dan sebagainya.
Tapi seperti dilaporkan koran Australia itu, dalam pemeriksaan di kantor Densus di kawasan Tantui, Ambon, para tahanan itu mengalami berbagai penyiksaan. Yonias Siahaya, misalnya, selama 4 hari terus-menerus disiksa petugas Densus. Darah keluar dari mulutnya dan akhirnya ia terpaksa dibawa ke rumah sakit.
Temannya, Paul Lodewijk Krikoff, mengaku dipaksa makan cabai. Ia diperintahkan memeluk dan mencium mulut seorang tahanan lain. Perlakuan seperti ini pernah terungkap dialami tahanan terorisme, Muhammad Jibriel. Selain disiksa, Jibriel mengaku ditelanjangi dan disuruh melakukan perbuatan sodomi kepada tahanan lain. Kasus ini kemudian telah dilaporkan Forum Ummat Islam (FUI) ke Komisi III DPR.
Saat Densus 88 menangkap Teroris Palsu yang beragama Islam, menyiksanya tanpa bukti, koran-koran kafir itu justru memuji Kehebatan Densus anak asuh mereka, namun ketika Densus 88 menangkap separatis Republik Maluku Selatan (RMS) dan Organisasi Papua Merdeka OPM yang merupakan TERORIS SEJATI, Koran-koran Iblis ini berkoar-koar atas Nama HAM.
MAKA SESUNGGUHNYA HAM ADALAH HAMBURGER, YANG TERBUAT DARI ROTI YANG DIKASIH DAGING SAPI, ALIAS TIDAK PENTING DAN HARUS DIBUANG KARENA SUDAH BASI. ISTILAH BANYUMASNYA " WIS BOSOK DIENGGO BAE ", UDAH BUSUK MASIH DIPAKE.
0 komentar:
Posting Komentar